Belum lama ini, dunia menyambut pergantian tahun baru 2019. Banyak resolusi dan evaluasi yang aku terima selama tahun 2018 ini. Tapi, nggak bisa aku pungkiri bahwa tahun 2018 adalah tahun yang sangat bermakna untukku.
salah satu ceritaku ini mungkin dapat menggambarkan bagaimana berwarnanya hidupku di tahun 2018. Tentang bagaimana kelelahan bisa menjadi sesuatu yang sangat spesial.
Rabu, 27 Juli 2018
Hari ini, hampir dua minggu yang lalu kita sudah benar-benar berpisah dari bulan Ramadhan, bulan di mana terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Aku sungguh rindu akan hingar bingarnya, syahdunya malam di tiap harinya. Tentu saja ada penyesalan karena ibadah yang sepertinya agak “kendor” dari pada tahun sebelumnya. Namun, sejujurnya aku tidak terlalu menyalahkan diriku atas semua ini. Aku justru senang. Karena setidaknya, aku mendapatkan pengalaman keren dari Ramadhan tahun ini.
Seperti yang teman-teman ketahui, masa-masa selepas SBMPTN adalah masa penantian. Dengan kata lain, masa paling gabut dalam perjuangan itu sendiri, hehehe. Tidak juga ya, tentu saja bergantung dengan pribadi masing-masing. Ada yang masih gaspol untuk belajar UM, ada yang tagline-nya “Lepas stress dulu”, dan ada pula yang berkutat dengan kesibukan lainnya (re : si gabut pemburu kegiatan). Nah, aku termasuk tipikal yang terakhir sih, walaupun sejujurnya memang punya keinginan untuk melepas stress seperti yang kawan-kawanku tunjukan lewat sosial media mereka. Namun ada hal lain yang ingin aku dahulukan sebelum itu.
Satu tahunku belajar SBMPTN, aku selalu terpikir untuk mendapatkan pekerjaan. Aku ceritakan itu pada teman-temanku dan mengharapkan linkpekerjaan dari mereka, namun, hampir setahun berlalu dan aku tidak kunjung mendapatkan pekerjaan. Kalaupun ada, rasanya pekerjaan itu kurang cocok untukku. Tiba di waktu menjelang Ramadhan, aku pun berdoa seperti ini pada Allah :
“Yaa Allah, hamba ingin sekali mendapatkan pekerjaan walaupun hanya untuk sebulan. Semoga engkau berkenan memberikan hamba pekerjaan selama bulan Ramadhan ini.”
Kenapa ya aku malah lelah-lelah mencari pekerjaan, sedangkan kawan-kawanku yang lain sibuk fokus untuk ujian masuk PTN? Alasan kliseku tentu saja untuk membantu kedua orangtuaku. Kalaupun aku masih belum benar-benar mandiri, setidaknya aku bisa mendapatkan apa yang aku inginkan lewat buah perjuanganku sendiri (re: uang, wkwk). Selain itu, bekerja juga merupakan salah satu caraku untuk menempa diri dalam mempersiapkan hidup di jenjang perkuliahan ke depannya.
Itulah keinginanku, beserta alasanku untuk mendapatkannya. I’ve been learned to make not only desire, but also the background why I need it. Pokoknya, kalau aku tidak kunjung mendapatkan pekerjaan, aku akan melakukan apa saja asal bukan nganggur seharian aja di rumah, titik. Dan tahu apa yang terjadi?
Hari Minggu, tepatnya H-2 SBMPTN, aku mendapatkan salah satu job vacancylewat alumni SMA. Lowongan pekerjaan tersebut memuat pekerjaan sebagai Administrator Accounting ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, Wakaf, dan Fidyah) untuk dua orang, dengan tenggat waktu pengiriman berkas lamaran besok Senin jam 6 sore. Demi melihat pekerjaan yang tertera di sana, aku langsung bersemangat untuk membuat lamaran pekerjaan. Aku bergegas menyiapkan segala berkas yang ada walaupun baru tiba di rumah pukul 9.30 malam. Semua persyaratan yang ada aku kebut kerjakan dalam waktu semalam, dari mulai membuat CV hingga surat lamaran itu sendiri. Semua kukerjakan dari nol. Kapan semua itu berujung? Pukul 3.30 pagi, hehehe. Dengan kondisi sudah memasuki waktu tenang SBMPTN, aku yang kurang istirahat terkena penyakit flu dan kawan-kawannya.
Oh iya, bagi kalian calon-calon peserta SBMPTN, I really really won’t recommend this behavior karena sangat beresiko untuk membuat kalian lemah, lelah, lesu, dan berujung sakit. Ahahaha
Aku pun tidak menyangka bisa sebegitu nekatnya melakukan hal itu. Yang aku tahu, ini adalah kesempatanku, mungkin satu-satunya kesempatan baik yang kupunya sekarang, setelah berbagai pekerjaan yang dapat namun kurang cocok buatku. Aku harus melakukan itu. Walaupun waktu istirahatku harus menjadi korban dan membuat kondisi tubuhku tidak fit bahkan saat menghadapi SBMPTN.
Dua hari setelahnya, aku memenuhi panggilan wawancara dari lamaran pekerjaan yang kuambil. Sampai sejauh aku pergi, aku belum sadar apa yang aku butuhkan. Hingga setiba waktunya wawancara, aku pun sadar… kalau aku lupa membawa print out CV-ku :(((
Ya pewawancaranya otomatis tau lah kalo aku amatiran wkwkwk.
Pewawancara yang mewawancaraiku sempat membuatku berkecil hati dengan nada bicaranya. Selanjutnya wawancara dilakukan dengan persiapanku yang ala kadarnya. Aku masih belum menyerah. Aku tekankan pada diriku untuk terus percaya diri dan memegang integritas pribadiku. Intinya sih, hanya bermodalkan kepedean dan kenekatanku. Sampai akhir wawancara yang singkat itu, aku hanya bisa menghela napas. Aku masih punya kesempatan, walaupun kesalahanku tadi memang betul-betul konyol.
Di perjalanan pulang, aku terus mengingat-ingat kesalahan dan kecerobohanku. Mungkin karena memang untuk pertama kalinya aku akan berada di lingkungan kerja, aku rentan sekali melakukan kesalahan. Saat itu, aku sedikit menyesal, karena berani mempertaruhkan persiapan SBMPTN-ku di saat terakhir demi pekerjaan ini. Aku mungkin menyesal karena belum maksimal, namun aku rasa memang di situlah batasku. Aku sudah berusaha. Toh kalaupun belum maksimal setidaknya waktu-waktu persiapanku sudah aku isi dengan berbagai usaha. Pada saat harus bertawakal itulah hatiku merasa lebih tenang.
Pengumuman penerimaan kerja akan diberitahukan seminggu setelah wawancara, dan dalam waktu seminggu itu aku tidak menerima informasi apapun. Aku sudah berpikir aku ditolak, dan berpikir realistis bahwa para pelamar pekerjaan itu bahkan berumur 20 tahunan, dengan pengalaman yang tentu lebih banyak dibanding aku. Kira-kira sepuluh hari kemudian, aku baru mendapat pemberitahuan lewat WhatsApp bahwa lamaran pekerjaanku resmi diterima!! Tentu saja aku kaget. Pemberitahuan itu mengatakan aku bisa resmi bekerja pada hari pertama Bulan Ramadhan. Selain aku, seseorang juga ditempatkan sebagai staff administrasi akuntansi. Namanya Anggi. Karena jarak umurnya cukup jauh, aku memanggilnya dengan sebutan “Mbak Anggi”. Kami cepat akrab. Apalagi karena dia suka belanja seperti aku.
Sebelum aku bercerita lebih lanjut mengenai kehidupan pekerjaanku, ada baiknya aku jelaskan lebih lanjut mengenai sistematika pendataan ziswaf di lembaga tempatku bekerja.
Sebagai admin, kami cukup menerima pendataan dan memberikan reminder penyaluran ziswaf pada para relawan. Relawanlah yang berhubungan langsung dengan muzakki (orang yang berzakat), dan penyaluran data tersebut harus dilaporkan ke admin (re: aku). Setelah memberikan pelaporan, kami harus menginput data muzakki dan relawan beserta nominal ziswaf yang diberikan dalam form Excel dan website resmi lembaga zakat itu. Target ziswaf yang tersalurkan sebanyak 500 juta, maka memberikan reminder pada relawan pun sangat penting untuk mencapai target perusahaan.
Aku bisa menyebut pekerjaanku di kantor sebagai hal yang menyenangkan. Karena kami baru benar-benar sibuk ketika seminggu sebelum hari raya. Waktu-waktu lainnya sangat senggang, sehingga aku masih bisa merasakan kenikmatan tidur siang, dan Mba Anggi bisa “cuci mata” melihat katalog arloji terbaru di website. Kami juga melakukan pembagian kerja dengan Mba Anggi bertugas sebagai penginput Excel dan narahubung relawan, sedangkan aku bertugas sebagai pembuat reminder, penginput web dan pemegang dana ziswaf sementara sebelum disalurkan ke pusat.
Kalau aku mengingat kembali perjuanganku menghadapi SBMPTN dan mencari pekerjaan sekaligus, sepertinya semua awal perjuangan keras itu terasa sangat singkat, dibandingkan dengan perjuangan berikutnya yang memerlukan effort lebih kecil.
Sebagai freelancer untuk pertama kalinya, tentu saja aku dituntut untuk beradaptasi dengan situasi pekerjaan yang sejalan dengan waktu berlalu. Menjadi seorang admin membuatku harus memahami banyak hal tentang lembaga zakat, beserta ketentuan zakat itu sendiri dalam agama. Kami harus siap “diabaikan” para relawan, sabar memberi pencerdasan pada relawan yang masih belum paham, bahkan terlibat kesalahpahaman dengan relawan. Semua itu semakin sering kami temui menjelang akhir kontrak pekerjaan kami. Kami bahkan hampir selalu lembur sampai tak jarang aku harus buka puasa di perjalanan pulang. Saat itu, teman-temanku sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan ujian tulis UGM, amat kontras denganku yang bahkan hampir lupa mendaftar ujian tulis. Tentu saja, ini adalah konsekuensi yang harus aku ambil dalam berfokus pada pekerjaanku.
Selain itu, pekerjaanku masih berhubungan dengan penegakan syariah islam. Sehingga motivasi bahwa orang yang menolong agama Allah akan Allah berikan pertolongan dan keteguhan menjadi salah satu penyemangatku di saat kelelahan menghampiri.
Sebenarnya, kesibukan pekerjaan ini tidak menutup diriku untuk beraktivitas di tempat lain. Dalam sebulan, aku hanya libur selama empat hari, dengan dua hari itu kupergunakan untuk menghadiri acara social project adik-adik peserta beasiswa tempatku menjadi pengurus saat itu. Lelah? Iya. Tapi aku tak menyesal. Dibanding waktu luang yang tidak tahu harus kupergunakan untuk apa, bukankah kesibukan yang terarah jauh lebih bermanfaat?
Tiba di hari terakhir bulan Ramadhan. Saat itu kami dibantu oleh banyak relawan yang diajak bosku. Kami harus merampungkan keseluruhan data ziswaf sehingga tidak mengganggu kebersamaan kami dengan keluarga ketika hari raya tiba. Saat itu sangat seru, karena kami dibuat bingung dengan berbagai data yang error karena kesalahan kami maupun kesalahan input dari relawan yang membantu kami. Saking pusingnya, bosku bahkan harus turun tangan langsung sejak beberapa hari terakhir. Namun, semua kerja keras itu terbayar tuntas. Tercatat pemasukan ziswaf sepanjang ramadhan mencapai 700 juta lebih!! Angka yang menutup target kami sebelumnya yang hanya setengah milyar. Berkat itu, aku dan Mba Anggi menerima kenaikan gaji yang lumayan banyak. Nominalnya tidak bisa kusebutkan di sini ya, hehehe..
Namun, yang membuatku sangat senang bukan hanya karena aku sudah bisa berpenghasilan, melainkan aku juga mendapatkan banyak keuntungan lain dari pekerjaan freelance pertamaku ini. Antara lain relasi — bagaimana aku mengasah kemampuan sosialku dalam bekerja sama dengan orang-orang yang bahkan umurnya jauh berbeda dariku. Aku bahkan ditawari langsung oleh pimpinan lembaga zakat untuk menjalani pekerjaan ini ke depannya, namun sayangnya aku tidak bisa langsung menerimanya. Karena saat itu aku belum tahu hasil SBMPTN-ku, yang mana semua pilihan kampus yang kupilih bukanlah di Depok, kota asalku.
Selain relasi, aku juga belajar banyak untuk mengatur waktu, dan mengatur emosiku. Sebab, walaupun bukan pekerjaan yang terlalu berat, kelelahan bisa sangat berimbas pada emosi. Pada saat itu, orang-orang yang ikut terlibat dalam aktivitasku bisa saja terkena imbas ini. Namun, karena saat itu sedang berpuasa, aku harus menuntut diri untuk bersabar lebih dari biasanya. Lagipula, bukankah setiap perjalanan kita tidak lepas dari menemukan onak duri di jalan? Kalau begitu, tidak ada pilihan lain selain terbiasa menyingkirkannya.
Begitulah pengalaman kerja pertamaku. Untuk hasil SBMPTN, sepertinya aku bahas di cerita selanjutnya saja ya, hahaha. Aku juga ingin menyampaikan ini untuk kalian, para remaja.
Kalian pasti akan menemui kegagalan dan kelelahan yang membuat kalian putus asa. Tapi percayalah, mencoba sesuatu juga merupakan mozaik terindah yang bisa kita dapatkan. Mencoba hal baru akan membuka mata kalian, memperluas cakrawala, serta membuat kalian tersadar betapa banyak hal yang bisa kalian lakukan di samping belajar di sekolah.
Semoga bermanfaat ya^^
Komentar
Posting Komentar